Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Wednesday, May 30, 2012

Contoh Laporan Study Wisata ( MONJALI )



contoh materi untuk "LAPORAN STUDY WISATA"ke jogja kembali yang saya buat dengan mengambil bahan-bahan dari situs lain dan saya satukan menjadi sebuah LAPORAN STUDY WISATA ini...................
Bagi yang ingin mengkopi LAPORAN ini,harap klik link ini z............
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pada tahun 2012 tepatnya 17 Mei 2012, Para siswa SMA N Kebakkramat  mengadakan study tour yang merupakan perjalanan rekreasi tahunan, yang mana perjalanan itu dilaksanakan bersama semua siswa dan siswi khusus kelas XI saja yang tidak mengadakan perjalan study tour ke Yogyakarta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan refreshing pada kelas XI yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Kenaikan Kelas ( UKK ). Sebelum UKK itulah, siswa diberi tugas untuk membuat laporan karya tulis dari perjalan Study Tour tersebut.
Monumen Yogya Kembali adalah salah satu tempat wisata di Jogjakarta yang memberi kesan pendidikan kepada siswa-siwa, oleh karena itu, kami mengadakan study tour ke Monumen Yogya Kembali supaya wawasan siswa bertambah. Berwisata tidak harus pergi ke tempat seperti mall, arena kolam renang, yang cenderung hanya membuang waktu saja, tetapi bisa mengunjungi tempat bersejarah seperti ini.

B.     Indentifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah :
1.      Melihat kondisi saat ini, kita bisa mengetahui apakah orang sekarang lebih suka berkunjung ke tempat wisata edukasi atau hanya ke tempat berfoya-foya seperti mall.
2.      Monumen Yogya Kembali merupakan alternative yang baik untuk berlibur dengan tujuan menambah wawasan.
3.      Di Monumen Yogya Kembali terdapat alternative belajar seperti adanya patung-patung Pahlawan, Replika, Ruang Diorama, dll.

C.    Pembahasan Masalah

Dari pembahasan karya tulis ini, maka penulis memberi batasan – batasan untuk mempermudah pembahasan dan penelitian sehingga dapat terarah kepada tujuan, adapun hal – hal yang perlu di batasi dalam penulisan penelitian sebagai berikut :
-          Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei
-          Masalah yang penulis teliti adalah tentang Monumen Yogya Kembali
-          Sumber penelitian difokuskan pada isi dari Monumen Yogya Kembali.

D.    Rumusan Masalah

Dari pembahasan karya tulis ini, penulis memberikan rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :
Berdasarkan latar belakang masalah penulis dapat merumuskan masalah kegiatan ( observasi) sebagai berikut :
1.      Bagaimana sejarah terbentuknya kota Yogyakarta ?
2.      Bagaimanakah sejarah bangunan Monumen Yogya Kembali ?
3.      Apa saja koleksi – koleksi yang ada dalam Monumen Yogya Kembali ?










BAB II
METODOLOGI PENULISAN

A.    Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
a.       Guna memenuhi tugas sekolah dan untuk memenuhi persyaratan Ujian Nasional.
b.      Untuk melengkapi tugas – tugas dan syarat – syarat dalam mengikuti UAS / UANAS tahun 2011 / 2012.
c.       Untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air.
d.      Untuk menumbuhkan kreativitas para siswa.
2.      Tujuan Khusus
a.       Penulis ingin mengetahui kebudayaan Yogyakarta.
b.      Penulis ingin mengetahui secara singkat keadaan dan objek – objek wisata.
c.       Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Yogyakarta.
d.      Untuk memperoleh pengetahuan tentang adat istiadat masyarakat Yogyakarta.

B.     Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam penyusunan karya tulis ini untuk memperoleh data, penulis mengadakan peneliti pada :
Waktu                         : Tanggal 17 Mei 2012
Tempat penelitian        : Monumen Yogya Kembali

C.    Metode Penulisan
Didalam pengambilan data – data yang dipakai sebagai bahan dalam Penyusunan Karya tulis ini diperlukan metode penelitian sebagai berikut :
a.       Penelitian Kepustakaan
Adalah penelitian terhadap suatu obyek dengan menimba pengetahuan / informasi dari buku – buku literature, majalah, surat kabar dan lain sebagainya.
b.      Penelitian Lapangan
Adalah penelitian yang dilakukan secara langsung berhadapan dengan obyek yang diteliti. Jadi dengan metode ini penelitian langsung datang di lokasi untuk mengumpulkan data – data yang diperlukan, maka di gunakan cara – cara sebagai berikut :
-          Quisioner
Penelitian dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara tertulis pada responden untuk memperoleh data – data yang diperlukan dan relevan terhadap masalah yang diteliti.
-          Interview
Suatu metode pengumpulan data dengan cara wawancara langsung dengan responden untuk melengkapi kekurangan data yang diajukan secara tertulis.


D.    Sistematika Penulisan
Didalam penulisa Karya Tuluis sistematika yang disusun sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Identifikasi Masalah
C.     Pembatasan Masalah
D.    Rumusan Masalah
BAB II Metodologi Penulisan
A.    Tujuan Penulisan
B.     Waktu dan Tempat Penulisan
C.     Metode Penulisan
D.    Sistematika Penulisan

BAB III Pembahasan Umum
A.    Sejarah Kota Yogyakarta
B.     Pusaka dan Identitas Daerah
C.    Arti Logo Kota Yogyakarta
D.    Flora dan Fauna Yogyakarta dan Identitas
E.     Tugu Yogyakarta
F.     Letak Geografi
G.    Batas Administrasi
H.    Demografi 
BAB IV Pemabahasan Masalah
A.    Sejarah Monumen Yogya Kembali
B.     Fasilitas Monumen Yogya Kembali
            BAB V Penutup
A.    Kesimpulan
B.     Kesan dan pesan
Daftar Pustaka
Lampiran












BAB III
PEMBAHASAN UMUM

KOTA YOGYAKARTA
Nama Yogyakarta terambil dari dua kata, yaitu Ayogya yang berarti "kedamaian" (atau tanpa perang, a "tidak", yogya merujuk pada yodya atau yudha, yang berarti "perang"), dan Karta yang berarti "baik". Tapak keraton Yogyakarta sendiri menurut babad (misalnya Babad Giyanti) dan leluri (riwayat oral) telah berupa sebuah dalem yang bernama Dalem Gerjiwati; lalu dinamakan ulang oleh Sunan Pakubuwana II sebagai Dalem Ayogya[3].

A.    Sejarah Kota Yogjakarta

Mataram Hindu (Abad ke-10 Masehi)

Meskipun hilang dari catatan sejarah sejak berpindahnya pusat pemerintahan Kerajaan Medang pada abad ke-10 ke timur, wilayah lembah di selatan Gunung Merapi sejak abad ke-15 tetap dihuni banyak orang dan konon menjadi bagian dari kawasan yang disebut sebagai Pengging. Dalam kronik perjalanannya, Bujangga Manik, seorang pangeran pertapa dari Kerajaan Sunda pernah melewati wilayah ini, tetapi tidak menyebut nama "Yogya" atau yang bermiripan.

Mataram Islam (1575 - 1620)

Cikal-bakal kota Yogya adalah kawasan Kotagede, sekarang menjadi salah satu kecamatan di Kota Yogyakarta. Keraton penguasa Mataram Islam pertama, Panembahan Senapati (Sutawijaya), didirikan di suatu babakan yang merupakan bagian dari hutan Mentaok (alas Mentaok). Kompleks tertua keraton ini sekarang masih tersisa sebagai bagian batu benteng, pemakaman, dan masjid. Setelah sempat berpindah dua kali (di keraton Pleret dan keraton Kerta, keduanya berada di wilayah Kabupaten Bantul), pusat pemerintahan Kesultanan Mataram beralih ke Kartasura.

Setelah Perjanjian Giyanti (1745 - 1945)

Sejarah kota memasuki babak baru menyusul ditandatanganinya Perjanjian Giyanti antara Sunan Pakubuwono III, Pangeran Mangkubumi (yang dinobatkan menjadi Sultan Hamengkubuwono I, dan VOC pada 13 Februari 1755. Perjanjian ini membagi dua Mataram menjadi Mataram Timur (yang dinamakan Surakarta) dan Mataram Barat (yang kemudian dinamakan Ngayogyakarta)
Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan politik baru secara resmi berdiri sejak Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I) mengakhiri pemberontakan yang dipimpinnya, mendapat wilayah kekuasaan separuh wilayah Mataram yang tersisa, dan diizinkan mendirikan keraton di tempat yang dikenal sekarang. Tanggal wisuda keraton ini, 7 Oktober 1756, kini dijadikan sebagai hari jadi Kota Yogyakarta.
Perluasan kota Yogyakarta berjalan secara cepat. Perkampungan-perkampungan di luar tembok keraton dinamakan menurut kesatuan pasukan keraton, seperti Patangpuluhan, Bugisan, Mantrijeron, dan sebagainya. Selain itu, dibangun pula kawasan untuk orang-orang berlatar belakang non-pribumi, seperti Kotabaru untuk orang Belanda dan Pecinan untuk orang Tionghoa. Pola pengelompokan ini merupakan hal yang umum pada abad ke-19 sampai abad ke-20, sebelum berakhirnya penjajahan. Banyak di antaranya sekarang menjadi nama kecamatan di dalam wilayah kota.
Terdapat situs-situs tua yang tinggal puing, khususnya yang didirikan pada masa awal tetapi kemudian diterlantarkan karena rusak akibat gempa besar yang melanda pada tahun 1812, seperti situs tetirahan Warungboto, yang didirikan oleh Sultan Hamengkubuwana II dan situs Taman Sari di dalam tembok keraton yang didirikan Sultan Hamengkubuwana I. Pasar Beringharjo sudah dikenal sebagai tempat transaksi dagang sejak keraton berdiri, namun bangunan permanennya baru didirikan pada awal abad ke-20 (1925).
Paruh kedua abad ke-19 merupakan masa pemodernan kota. Stasiun Lempuyangan pertama dibangun dan selesai 1872. Stasiun Yogyakarta (Tugu) mulai beroperasi pada tanggal 2 Mei 1887. Yogyakarta di awal abad ke-20 merupakan kota yang cukup maju, dengan jaringan listrik, jalan untuk kereta kuda dan mobil cukup panjang, serta berbagai hotel serta pusat perbelanjaan (Jalan Malioboro dan Pasar Beringharjo) telah tersedia. Perkumpulan sepak bola lokal, PSIM, didirikan pada tanggal 5 September 1929 dengan nama Perserikatan Sepak Raga Mataram.

Masa Revolusi (1945 - 1950)

Kota Yogyakarta juga memainkan percaturan politik sejarah Indonesia, pada 4 Januari 1946, Pemerintah Republik Indonesia memutuskan untuk memindahkan Ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta setelah Belanda dengan Sekutu melancarkan serangan ke Indonesia. Kota ini juga menjadi saksi atas Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, yang pada akhirnya dapat diduduki Belanda, serta Serangan Umum 1 Maret 1949 yang berhasil mneguasai Yogyakarta selama 6 jam.

B.     Pusaka dan Identitas Daerah

  • Tombak Kyai Wijoyo Mukti
Merupakan Pusaka Pemberian Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tombak ini dibuat pada tahun 1921 semasa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Senjata yang sering dipergunakan para prajurit ini mempunyai panjang 3 meter. Tombak dengan pamor wos wutah wengkon dengan dhapur kudhuping gambir ini, landeannya sepanjang 2,5 meter terbuat dari kayu walikun, yakni jenis kayu yang sudah lazim digunakan untuk gagang tombak dan sudah teruji kekerasan dan keliatannya.
Sebelumnya tombak ini disimpan di bangsal Pracimosono dan sebelum diserahkan terlebih dahulu dijamasi oleh KRT. Hastono Negoro, di dalem Yudonegaran. Pemberian nama Wijoyo Mukti baru dilakukan bebarapa hari menjelang upacara penyerahan ke Pemkot Yogyakarta, pada peringatan hari ulang tahun ke-53 Pemerintah kota Yogyakarta tanggal 7 Juni 2000. Upacara penyerahan dilakukan di halaman Balaikota dan pusaka ini dikawal khusus oleh prajurit Kraton ”Bregodo Prajurit Mantrijero”.
Tombak Kyai Wijoyo Mukti melambangkan kondisi Wijoyo Wijayanti. Artinya, kemenangan sejati di masa depan, dimana seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan kesenangan lahir bathin karena tercapainya tingkat kesejahteraan yang benar-benar merata.

C.    Arti Logo Kota Yogyakarta
http://www.depdagri.go.id/media/logo/daerah/3471-yogya.jpg
Dasar Hukum
Ketetapan DPRD Nomor 2 Tahun 1952 tentang Penetapan Lambang Kota Praja Yogyakarta

Makna Lambang :
  1. Perbandingan ukuran 18:25 , untuk memperingati tahun permulaan perjuangan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta (tahun 1825)
  2. Warna Hitam : Simbol Keabadian
  • Warna Kuning dan Keemasan : Simbol Keluhuran
  • Warna Putih : Simbol Kesucian
  • Warna Merah : Simbol Keberanian
  • Warna Hijau : Simbol Kemakmuran
  1. Mangayu Hayuning Bawono : Cita-cita untuk menyempurnakan masyarakat
  2. Bintang Emas : Cita-cita kesejahteraan yang dapat dicapai dengan usaha dibidang kemakmuran
  •  Padi dan kapas: Jalan yang ditempuh dalam usaha kemakmuran pangan dan sandang
  1. Perisai              : Lambang Pertahanan
  2. Tugu                : Ciri khas Kota Yogyakarta
  3. Dua sayap       : Lambang kekuatan yang harus seimbang
  4. Gunungan       : Lambang kebudayaan
  • Beringin Kurung : Lambang Kerakyatan
  • Banteng : Lambang semangat keberanian
  • Keris : Lambang perjuangan
  1. Terdapat dua sengkala
a.       Gunaning Keris Anggatra Kota Praja : Tahun 1953 merupakan tahun permulaan pemakaian Lambang Kota Yogyakarta
  1. Warna Hasta Samadyaning Kotapraja : Tahun 1884
D.    Flora dan Fauna serta Identitas Kota Yogyakarta

         Dalam rangka menumbuhkan menjadi kebanggaan dan maskot daerah telah ditetapkan pohon Kelapa Gading (Cocos Nuciferal vv.Gading) dan Burung Tekukur (Streptoplia Chinensis Tigrina) sebagai flora dan fauna identitas Kota Yogyakarta

          Keberadaan pohon Kelapa Gading begitu melekat pada kehidupan masyarakat Yogyakarta, karena dikenal sebagai tanaman raja serta mempunyai nilai filosofis dan budaya yang sangat tinggi, sebagai kelengkapan pada upacara tradisional/religius, mempunyai makna simbolis dan berguna sebagai obat tradisional.

          Burung tekukur dengan suara merdu dan sosok tubuh yang indah mampu memberikan suasana kedamaian bagi yang mendengar, menjadi kesayangan para pangeran dilingkungan kraton.  Dengan mendengar suara burung tekukur diharapkan orang akan terikat kepada Kota Yogyakata.

E.     Tugu Yogyakarta
tugu+yogyakarta Tugu Yogyakarta Dan Sejarahnya
Tugu Yogyakarta atau yang lebih dikenal sebagai Tugu Malioboro ini mempunyai nama lain Tugu Golong Gilig atau Tugu Pal Putih merupakan penanda batas utara kota tua Yogya. Tugu Yogya bukanlah tugu sembarang, tapi tugu Yogya ini adalah tugu yang memiliki mitos yang sangat bersejarah dan sejuta misteri di dalamnya, sehingga menjadi salah satu keistimewaan yang dimiliki kota Yogya.
Tugu Yogya dibangun pada tahun 1755 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, pendiri kraton Yogyakarta yang mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan Laut Selatan, Kraton Yogya dan Gunung Merapi.
Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan.Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), hingga akhirnya dinamakan Tugu Golong-Gilig.Keberadaan Tugu ini juga sebagai patokan arah ketika Sri Sultan Hamengku Buwono I pada waktu itu melakukan meditasi, yang menghadap puncak gunung Merapi. Bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke atas, sementara bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar, sedangkan bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu golong gilig ini pada awalnya mencapai 25 meter.

F.     Letak Geografi

Kota Yogyakarta terletak di lembah tiga sungai, yaitu Sungai Winongo, Sungai Code (yang membelah kota dan kebudayaan menjadi dua), dan Sungai Gajahwong. Kota ini terletak pada jarak 600 KM dari Jakarta, 116 KM dari Semarang, dan 65 KM dari Surakarta, pada jalur persimpangan Bandung - Semarang - Surabaya - Pacitan. Kota ini memiliki ketinggian sekitar 112 m dpl.
Meski terletak di lembah, kota ini jarang mengalami banjir karena sistem drainase yang tertata rapi yang dibangun oleh pemerintah kolonial, ditambah dengan giatnya penambahan saluran air yang dikerjakan oleh Pemkot Yogyakarta.

G.    Batas Administrasi

Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya, sehingga batas-batas administrasi sudah tidak terlalu menonjol. Untuk menjaga keberlangsungan pengembangan kawasan ini, dibentuklah sekretariat bersama Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, dan Bantul) yang mengurusi semua hal yang berkaitan dengan kawasan aglomerasi Yogyakarta dan daerah-daerah penyangga (Depok, Mlati, Gamping, Kasihan, Sewon, dan Banguntapan).
 Batas-batas administratif  Yogyakarta :
Utara               : Kecamatan Mlati dan Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman
Timur               : Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul
Selatan                        : Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon, dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul
Barat               : Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul

H.    Demografi

Jumlah penduduk kota Yogyakarta, berdasar Sensus Penduduk 2010 berjumlah 388.088 jiwa, dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang hampir setara. Islam merupakan agama mayoritas yang dianut masyarakat Yogyakarta, dengan jumlah penganut Kristen dan Katolik yang relatif signifikan. Seperti kebanyakan dari Islam kebanyakan di kota-kota pedalaman Jawa, mayoritas masih mempertahankan tradisi Kejawen yang cukup kuat.
Yogyakarta juga menjadi tempat lahirnya salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Kauman, Ngupasan, Gondomanan, Yogyakarta. Hingga saat ini, Pengurus Pusat Muhammadiyah masih tetap berkantor pusat di Yogyakarta.
Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, karena hampir 20% penduduk produktifnya adalah pelajar dan terdapat 137 perguruan tinggi. Kota ini diwarnai dinamika pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Perguruan tinggi yang dimiliki oleh pemerintah adalah Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.





BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH

A.     SEJARAH MONUMEN YOGYA KEMBALI

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijWhbNbVH9qVyGPDmJZXBJDylVYvTlDTmEBreKpnspkuvAO8OyiErCmZZGndL_IrFxJV6zzWZ5I82mtDuJTcAHYnbiTjEwuQETeDyUfQpEFPiZs_7t_rux1pQFVkTudaQEELT-qoGL_3iS/s400/monjali2.j.jpg
Monumen Yogya Kembali dibangun pada tanggal 29 Juni 1985, dengan Upacara Tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.
Dipilihnya nama “Yogya Kembali” dengan pengertian yang luas, berfungsinya pemerintah Republik Indonesia dan sebagai tetenger peristiwa sejarah ditarik mundurnya tentara Belpengguna dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden, Pimpinan Negara yang lain pada tanggal 6 Juli 1949 di Yogyakarta. Hal ini dapat dippenggunang sebagai titik awal bangsa Indonesia secara nyata bebas dari cengkeraman penjajah khususnya Belpengguna dan merupakan tonggak sejarah yang menentukan bagi kelangsungan hidup Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Dilihat dari bentuknya Monumen Yogya Kembali berbentuk kerucut / gunungan dengan ketinggian 31,80 meter adalah sebagai gambaran “Gunung Kecil” ditempatkan di sebuah lereng Gunung Merapi. Gunung Merapi ini sangat berarti bagi masyarakat Yogyakarta baik secara simbolik maupun faktual. Muntahan lava Gunung Merapi memberikan kesuburan bagi daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya, sementara itu konturnya di langit selalu menghias cakrawala Yogyakarta dimanapun orang berada, dari gunung Merapi pula sungai Winongo dan Code yang mengalir melalui kota Yogyakarta.
Secara simbolik bersama laut selatan (Istana Ratu Kidul) yang berfungsi sebagai “Yoni” dan gunung Merapi sebagai “Lingga” merupakan suatu kepercayaan yang sangat tua dan berlaku sepanjang masa. Bahkan sementara orang menyebut Monumen Yogya Kembali sebagai tumpeng raksasa bertutup warna putih mengkilat, dalam tradisi Jawa tumpeng seolah-olah sebagai bentuk gunung yang dapat dihubungkan dengan kakayon atau gunungan dalam wayang kulit, yang melambangkan kebahagiaan / kekayaan kesucian dan sebagai penutup setiap episode perjuangan bangsa.
Monumen Yogya Kembali terletak di Jalan Lingkar Utara, dusun Jongkang, desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, kabupaten Sleman, Yogyakarta. Didirikan di atas lahan seluas 49.920 meter persegi. lokasi ini ditetapkan oleh Sri Paduka Hamengku Buwono IX dengan alternative diantaranya terletak digaris poros antara gunung Merapi - Monumen Yogya Kembali - Tugu Pal Putih - Kraton - Panggung Krapyak - Laut Selatan, yang merupakan “Sumbu Imajiner” yang pada kenyataannya sampai sekarang masih dihormati oleh masyarakat Yogyakarta, dan menurut kepercayaan bersatunya Lingga dan Yoni akan menimbulkan kemakmuran di tempat ini sebagai batas akhir ditariknya mundur tentara Belpengguna kearah utara, usaha kesinambungan tata kota kegiatan dan keserasian Daerah Yogyakarta.



B.     FASILITAS MONUMEN YOGYA KEMBALI
  1. Taman Dan Sekitarnya
Bila pengunjung masuk Monumen Jogja Kembali melalui Pintu Timur dapat diamati koleksi antara lain :
1.      Replika Pesawat Cureng , Pesawat ini sumbangan dari KSAU Marsekal Madya Rilo Pambudi, tanggal 29 juni 1994.
  1. Meriam PSU - S60 kaliber 57 mm dan Meriam PSU Bofors L - 60 kaliber 40 mm. Meriam ini sumbangan dari Kasad, diambil dari Gudbalkir, Guspusgat dan optic Sidoarjo, Jawa Timur tanggal 28 April 1996.
  2. Replika Pesawat Guntai. Pesawat ini sumbangan dari KSAU Marsekal pertama Sutria Tubagus pada tanggal 29 juli 1996.
  3. Meriam PSU - S60 kal. 57 mm dan PSU Bofors L-60 kal. 40 mm.
  4. Logo/lambang.
  5. Daftar nama - nama Pahlawan.

  1. Koleksi Hall Lantai Satu
Lantai pertama terdiri dari :
a.      Ruang Pengelola atau Ruang Bagian Umum
    1. Ruang Perpustakaan 
    2. Ruang Serbaguna
    3. Ruang Bagian Operasional
    4. Ruang Souvenir


Hall lantai 1 ini dipamerkan koleksi antara lain :
1.      Patung Dada Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Letnan Jenderal Oerip Soemoharjo.
  1. Panil foto pelaksanaan Pembangunan Monumen Jogja Kembali.
  2. Patung foto Imam Bonjol ( 1722 - 1864 ).
  3. Meriam Jugo M - 48.
  4. Dokar Tentara Pelajar.
  5. Patung Nyi Ageng Serang.
  6. Meriam PSU akan Bofors.
  7. Patung Teungku Umar ( 1854 - 1899 ).
  8. Patung Tjut Nya dien ( 1850 - 1908 ).
  9. Meriam PSU Ourlikon Kal. 20 mm.
  10. Meriam Jugo M-48 kal. 76 mm.
  11. Panil Dinding foto kegiatan Tentara Pelajar.
  12. Dinding Ruang Serbaguna.
  1. Koleksi Museum
Ruang museum yang merupakan ruang pamer tetap dengan tema  ” Seputar Pelaksanaan Serangan Umum 1 Maret 1949 .
1.      Evokatif Dapur Umum
  1. Evokatif Palang Merah Indonesia
  2. Peta Timbul Route Konsolidasi Kompenggunan WK III
  3. Peta Timbul Pembagian Wilayah Wehrkreis III
  4. Alat Cetak Proef
  5. Unit Caraka
  6. Seperangkat Meja Kursi Tamu
  7. Peta Timbul Serangan Umum 1 Maret 1949
  8. Potret Diri Para Kompenggunan Sub Wehrkreis III
  9. Seperangkat Meja Kursi
  10. Vitrin Sudut
  11. Dinding Ruang Museum Sebelah Utara
  12. Meja Kerja Sri Sultan Hamengkubuwono IX
  13. Meja Kerja Sri Paduka Paku Alam VIII
  14.  Bagan Susunan Pemerintahan
Ruang museum yang merupakan ruang pamer tetap dengan tema ” Yogya Sebagai Ibukota Negara republik Indonesia “.
1.      Patung Dada Ir. Soekarno
  1. Patung Dada drs. Moh. Hatta
  2. Teks Proklamasi
  3. Foto Dokumen kegiatan Presiden dan Wakil Presiden di Yogyakarta
  4. Tempat Tidur Presiden Soekarno
  5. Foto Dokumen kegiatan Presiden Bersama keluarga dan Wakil Presiden di Yogyakarta
  6. Patung Dada Ki Hadjar Diwantara
  7. Patung Dada Kyai Haji Mas Mansyur
  8. Peta Timbul Wilayah RIS
  9. Meja dan Kursi Tamu Wakil Presiden Moh. Hatta
  10. Potret Diri Tokoh Pimpinan Republik Indonesia
  11. Kursi Kerja Komite Nasional Indonesia daerah
  12. Foto Dokumen Kegiatan KNID dan KNIP
  1. Koleksi Relief Dan Diorama
a.      Koleksi Relief :

Terukir 40 relief yang menggambarkan peristiwa perjuangan bangsa mulai dari 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. sejumlah peristiwa sejarah seperti perjuangan fisik dan diplomasi sejak masa Proklamasi Kemerdekaan, kembalinya Presiden dan Wakil Persiden ke Yogyakarta hingga pembentukan Tentara Keamanan Rakyat tergambar di relief tersebut. Sedangkan di dalam bangunan, berisi 10 diorama melingkari bangunan yang menggambarkaan rekaan situasi saat Belanda menyerang Maguwo pada tanggal 19 Desember 1948, SU Satu Maret, Perjanjian Roem Royen, hingga peringatan Proklamasi 17 Agustus 1949 di Gedung Agung Yogyakarta.
1.      Relief 01, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta
  1. Relief 02, Gema Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta 05 September 1945
  2. Relief 03, Petrempuran Kota Baru, 07 Oktober 1945 di Butai Kotabaru Yogyakarta
  3. Relief 04, Kongres Pemuda di Balai Mataram Yogyakarta, 10 November 1945
  4. Relief 05, Pemilihan Panglima Besar TKR di Yogyakarta, 12 November 1945
  5. Relief 06, Serangan Udara Sekutu di Kota Yogyakarta, 27 November 1945
  6. Relief 07, Yogyakarta Menjadi Ibukota Republik Indonesia, 04 Januari 1946
  7. Relief 08, berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada di Yogyakarta, 03 maret 1946
  8. Relief 09, Pengawalan dan Pengangkutan Tawanan Jepang di Yogyakarta, 28 April 1946
  9. Relief 10, Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Yang Pertama di Yogyakarta, 17 Agustus 1946
  10. Relief 11, Hari Ulang Tahun Pertama Angkatan Perang REpublik Indonesia di Yogyakarta, 05 Oktober 1946
  11. Relief 12, Peringatan 6 Bulan Berdirinya Militer Akademi di Yogyakarta, 06 Oktober 1946
  12. Relief 13, Perjanjian Linggar Jati, 15 November 1947
  13. Relief 14, Pelantikan Pucuk Pimpinan TNI, 28 juni 1947
  14. Relief 15, Persiapan Serangan Balas Angkatan Udara Republic Indonesia, 29 Juli 1947
  15. Relief 16, Kapal Selam yang Petama di Indonesia, Juli 1947
  16. Relief 17, Notulen Kaliurang, 13 Januari 1948
  17. Relief 18, Penpenggunatanganan Perjanjian Renvile, 17 Januari 1948
  18. Relief 19, Pasukan Hijrah Tiba di Yogyakarta, Februari 1948
  19. Relief 20, Bantuan Obat-obatan dari Mesir, 05 Maret 1948
  20. Relief 21, Pemberantasan Buta Huruf di Yogyakarta, April 1948
  21. Relief 22, Penumpasan Pemberontakan PKI Madiun, Tanggal 18 s/d 30 September 1948
  22. Relief 23, Panglima Besar Jendral Soederman Menyusun Surat Perintah Kilat, 19 Desember 1948
  23. Relief 24, Perlawana TNI dan Polisi Negara di Desa Janti, Yogyakarta, 19 Desember 1948
  24. Relief 25, Serangan Balas Terhadap Kedudukan Tentara Belpengguna di Kota Yogyakarta, 29 Desember 1948
  25. Relief 26, Markas Besar Komando Jawa di Desa Boro, Kabupaten Kulon Progo, Januari 1949
  26. Relief 27, penghancuran Jembatan kalipentung, Februari 1949
  27. Relief 28,29,30,31, Serangan Umum 01 Maret 1949 di Yogyakarta
  28. Relief 32, Jendral mayor Meiyer Mengancam Sri Sultan Hamengkubuwono IX, 03 Maret 1949
  29. Relief 33, Penghadangan Konvoi Tentara Belpengguna di Desa serut, Prambanan, 15 Maret 1949
  30. Relief 34, Penarikan Mundur Tentara Belpengguna dari Kota Yogyakata, 29 Juni 1949
  31. Relief 35,36, TNI, Polisi, Gerilyawan Masuk Kota Yogyakarta, 29 Juni 1949
  32. Relief 37, Pimpinan Negara Kembali ke Ibu Kota Yogyakarta, 06 Juli 1949.
  33. Relief 38, Panglima Besar Soederman tiba di Yogyakarta, 10 Juli 1949
  34. Relief 39, Konferensi Inter Indonesia di Yogyakarta, 19 Juli 1949
  35. Relief 40, Presiden Soekarno Kembali ke Jakarta, 28 Desember 1949.
b.      Koleksi Diorama :

1.      Diorama 1, Penyerbuan Rakyat Belpengguna Terhadap Lapangan Terbang Maguwo, 19 Desember 1948
  1. Diorama 2, Panglima Besar Soederman Melapor Kepada Presiden RI untuk Memimpin Perang Gerilya, 19 Desember 1948
  2. Diorama 3, Presiden dan Wakil Presiden dan Para Pimpinan lainnya Diasingkan ke Sumatera, 22 Desember 1948
  3. Diorama 4, Perlawanan Rakyat bersama Tentara Nasional Indonesia Terhadap Belpengguna, 23 Desember 1948
  4. Diorama 5, Konsolidasi dan Pembentukan sector Pertahanan di Ngoto, 23 dan 26 Desember 1948
  5. Diorama 6, Serangan Umum 1 Maret 1949
  6. Diorama 7, Penpenggunatanganan Roem-Roijen Statement, 29 Juni 1949
  7. Diorama 8, Penarikan Tentara Belpengguna dari Yogyakarta, 17 Agustus 1949.
5.      Lantai atas ( Garbha Graha )
1.      Unit Bendera Pusaka
2.      Unit Relief Simbolik
3.      Unit Kata Mutiara ( Pesan Pelaku Pejuang

Lantai teratas merupakan tempat hening berbentuk lingkaran, dilengkapi dengan tiang bendera yang dipasangi bendera merah putih di tengah ruangan, relief gambar tangan yang menggambarkan perjuangan fisik pada dinding barat dan perjuangan diplomasi pada dinding timur. Ruangan bernama Garbha Graha itu berfungsi sebagai tempat mendoakan para pahlawan dan merenungi perjuangan mereka.
 Selama ini perjuangan bangsa hanya bisa didengar melalui guru-guru sejarah di sekolah, atau cerita seorang kakek pada cucunya. Monumen Yogya Kembali memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana kemerdekaan itu tercapai. Melihat berbagai diorama, relief yang terukir atau koleksi pakaian hingga senjata yang pernah dipakai oleh para pejuang kemerdekaan. Satu tempat yang akan memuaskan segala keingin tahuan tentang perjalanan Bangsa Indonesia meraih kemerdekaan.
  
6.      JAM BUKA

Selasa - Minggu: 08.00-16.30 WIB

T
iket masuk : Rp 5.000,00

7.      KEGIATAN

Setiap hari Sabtu dan Minggu:
1. Pertunjukan Tari Klasik
2. Gamelan
3. Musik Electone dengan lagu perjuangan

8.      FASILITAS:

Auditorium
Arena bermain anak-anak
Tempat parkir
Telepon umum
Kamar mandi dan WC
BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah penulis lakukan di Monumen Yogya Kembali maka penulis dapat ambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut :
1.      Monumen Yogya kembali terletak di lokasi yang strategis yaitu dijalan lingkar utama , Dusun Longkang , Desa sariharjo, Kecamatan Ngaglik , Kabupaten Sleman , Yogyakarta.
2.      Koleksi yang terdapat di Monumen Yogya Kembali sangat beragam diantaranya koleksi Museum , koleksi relief , koleksi diorama dan masih banyak lagi.
3.      Monumen Yogya Kembali merupakan tempat wisata yang berbasis pendidikan bagi semua kalangan.
B.      Saran
Setelah melakukan observasi sekaligus menyusun karya tulis ini , penulis mempunyai beberapa saran antara lain :
1.      Untuk semua staf Monumen Yogya Kembali agarv selalu menjaga monument tersebut karena generasi penerus tentu masih membutuhkan informasi dan ingin meningkatkan kualitas pengetahuan mereka.
2.      Apabila sedang observasi para pengunjung hendaknya ikut menjaga koleksi-koleksi yang ada didalam maupun luar monument yagya kembali .
3.      Mencintai tempat wisata di tanah air.



DAFTAR PUSTAKA



No comments:

Post a Comment